BERITADIGITAL.COM – Konsultan
politik Eep Saefulloh Fatah menyampaikan tentang empat krisis Jokowi dan Satu
Bonusnya pada gelaran acara Pasamoan Masyarakat Sipil Jawa Barat yang bertajuk
"Menyoal Rungkadnya Demokrasi dan Mundurnya Reformasi ke Titik Nol"
Manifesto Bandung
Saya sedang menyaksikan sebagai
warga negara berkubang dalam krisis saat ini dan forum ini diadakan menurut
saya jujur saja bagi saya sendiri untuk merayakan kubangan krisis itu,”
terangnya.
Menurut ada empat krisis, krisis keempat belum terjadi tetapi yang tiga pertama sudah terjadi krisis.
Pertama adalah krisis moral. Ketika melanggar TAP MPR nomor 11 tahun 98 dan
melanggar Undang-Undang nomor 28 tahun '99 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari KKN.
“Dengan terang benderang
mempertontonkan nepotisme, pada saat itulah krisis moral itu sudah terjadi
bukan akan terjad. Pada titik itu kita menyaksikan krisis moral yang dihadapi
oleh Jokowi dan krisis moral itu sampai dengan sekarang setelah ada MKMK dan
seterusnya pencapresan pencawapresan yang sudah kita lewati makin menegas bahwa
memang nyata krisis moral itu terjadi ini krisis yang pertama
Kedua, adalah krisis
politik atau krisis dukungan politik. Sebelum ada penetapan capres dan cawapres,
sebelum ada penetapan koalisi dalam pilpres 2024 dukungan politik untuk
presiden Jokowi itu datang dari 81% kursi DPR RI. Ini adalah dukungan terbesar
sepanjang sejarah Presiden hasil pemilihan langsung dua kali periode.
“Tetapi sejak penetapan capres
dan jaawapres yang terjadi adalah krisis dukungan politik dikarenakan 54,6%
sudah di luar Presiden Jokowi. Tiga partai bersama dengan Amin dua partai
bersama dengan Ganjar mahud MD.”
Jumlah mereka adalah 54,6% yang
menyisakan koalisi mendukung Jokowi sekarang 45,4% saja. Dari 81% menjadi 45,4%
itu krisis namany.
Krisis kedua ini juga sudah
terjadi Jokowi senyatanya menghadapi krisis dukungan politik.
Pertanyaannya barangkali dengan
lebih dari 50% kursi DPR dikuasai oleh tidak ada radikalisasi di DPR agenda
pemakzulan itu hanya berhenti di panggung diskusi dan tidak menjadi agenda
politik.
Nah itu belakangan nanti kita
jawab karena itu kaitannya dengan Kris satu krisis bonusnya tadi yang saya
katakan itulah krisis kedua.
Ketiga, juga sudah
terjadi. Saya sebut sebagai krisis kebijakan lengkapnya gagalnya kebijakan.
Selama ini kita dicecoki oleh
data survei yang tidak tuntas berupa tingkat kepuasan pemilih terhadap Presiden
Jokowi.
Ada yang menyebut angka di atas
75% bahkan ada lembaga survei mengatakan di atas 8%.
“Saya tidak tahu apakah lembaga survei
menanyakan pertanyaan lain selain kepuasan di salah satu podcast saya sudah
cerita bahwa ketika kami polmark Indonesia menyelenggarakan 32 survei di 32
provinsi dengan satu provinsinya 1200 responden kami menanyakan lima pertanyaan
lain menyangkut penilaian pemilih terhadap keadaan mereka.
Lima itu adalah Apakah mereka
menghadapi harga kebutuhan pook yang terlampau tinggi sehingga mereka tidak
bisa menjangkaunya
Apakah korupsi begitu merajalela
hingga mereka merasa dipersulit hidupnya oleh praktik korupsi Apakah
pembangunan infrastruktur yang katanya sukses itu sudah membuat kehidupan
mereka lebih baik dan seterusnya ada lima
Termasuk apakah pekerjaan mudah
untuk dicari atau didapatkan.
Lima kasus itu jawabannya buruk
artinya publik dan pemilih menilai bahwa keadaan memang tidak baik-baik saja.
Sehingga dengan demikian, seperti
yang saya sampaikan di beberapa tempat rupanya orang Indonesia ketika ditanya
puas tidak sama pemimpin itu seperti kita melayat jenazah dan kita ditanya apakah
jenazah itu orang baik atau bukan maka kita dituntut oleh hati kita untuk hanya
menyebut kebaikan yang bersangutan.
Tetapi ketika ditanya, apakah hidupmu di dalam suasana perayatan ini baik-baik saja atau tidak itu pertanyaan yang berbeda.
Kempat, krisis kebijakan itu
sudah terjadi apa krisis keempat Inilah yang harus diperjuangkan/
“Saya sebagai warga negara ingin memperjuangkannya dan mengajak teman-teman di sini untuk ikut memperjuangkannya namanya krisis elektoral harus kalah dalam pemilu 2024. Itulah target saya sebagai warga negara Indonesia, jika tidak maka pemimpin-pemimpin berikutnya akan menjadikan ini sebagai contoh tidak perlu 32 tahun untuk semena-mena di Indonesi,” terang Eep
Maka saudara-saudara sekalian
mari hilangkan kamus pesimisme atau kamus pesimis dari kata pesimis dari kamus
kita. Apa itu bonus krisis, bonus krisis bonus itu krisis konstitusional. Kalau
krisis elektoral terjadi dikalahkan 14 Februari 2024, putaran keduanya 26 Juni
26 Juni 2024 kemungkinan besar dua putaran ini tidak satu putaran lalu kemudian
kalahlah maka besar kemungkinan terjadi krisis bonus yang keempat krisis
konstitusional..***