Advertisement

Pilih Nomor Satu

Ad code

Iklan Hubungi Telp/WA: 0821 3402 8602

Eep Saefulloh Fatah: 4 Krisis Jokowi dan 1 Bonusnya

BERITADIGITAL.COM – Konsultan politik Eep Saefulloh Fatah menyampaikan tentang empat krisis Jokowi dan Satu Bonusnya pada gelaran acara Pasamoan Masyarakat Sipil Jawa Barat yang bertajuk "Menyoal Rungkadnya Demokrasi dan Mundurnya Reformasi ke Titik Nol" Manifesto Bandung

Saya sedang menyaksikan sebagai warga negara berkubang dalam krisis saat ini dan forum ini diadakan menurut saya jujur saja bagi saya sendiri untuk merayakan kubangan krisis itu,” terangnya.

Menurut ada empat krisis, krisis keempat belum terjadi tetapi yang tiga pertama sudah terjadi krisis.

Pertama adalah krisis moral. Ketika melanggar TAP MPR nomor 11 tahun 98 dan melanggar Undang-Undang nomor 28 tahun '99 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN.

“Dengan terang benderang mempertontonkan nepotisme, pada saat itulah krisis moral itu sudah terjadi bukan akan terjad. Pada titik itu kita menyaksikan krisis moral yang dihadapi oleh Jokowi dan krisis moral itu sampai dengan sekarang setelah ada MKMK dan seterusnya pencapresan pencawapresan yang sudah kita lewati makin menegas bahwa memang nyata krisis moral itu terjadi ini krisis yang pertama

Kedua, adalah krisis politik atau krisis dukungan politik. Sebelum ada penetapan capres dan cawapres, sebelum ada penetapan koalisi dalam pilpres 2024 dukungan politik untuk presiden Jokowi itu datang dari 81% kursi DPR RI. Ini adalah dukungan terbesar sepanjang sejarah Presiden hasil pemilihan langsung dua kali periode.

“Tetapi sejak penetapan capres dan jaawapres yang terjadi adalah krisis dukungan politik dikarenakan 54,6% sudah di luar Presiden Jokowi. Tiga partai bersama dengan Amin dua partai bersama dengan Ganjar mahud MD.”

Jumlah mereka adalah 54,6% yang menyisakan koalisi mendukung Jokowi sekarang 45,4% saja. Dari 81% menjadi 45,4% itu krisis namany.

Krisis kedua ini juga sudah terjadi Jokowi senyatanya menghadapi krisis dukungan politik.

Pertanyaannya barangkali dengan lebih dari 50% kursi DPR dikuasai oleh tidak ada radikalisasi di DPR agenda pemakzulan itu hanya berhenti di panggung diskusi dan tidak menjadi agenda politik.

Nah itu belakangan nanti kita jawab karena itu kaitannya dengan Kris satu krisis bonusnya tadi yang saya katakan itulah krisis kedua.

Ketiga, juga sudah terjadi. Saya sebut sebagai krisis kebijakan lengkapnya gagalnya kebijakan.

Selama ini kita dicecoki oleh data survei yang tidak tuntas berupa tingkat kepuasan pemilih terhadap Presiden Jokowi.

Ada yang menyebut angka di atas 75% bahkan ada lembaga survei mengatakan di atas 8%.

“Saya tidak tahu apakah lembaga survei menanyakan pertanyaan lain selain kepuasan di salah satu podcast saya sudah cerita bahwa ketika kami polmark Indonesia menyelenggarakan 32 survei di 32 provinsi dengan satu provinsinya 1200 responden kami menanyakan lima pertanyaan lain menyangkut penilaian pemilih terhadap keadaan mereka.

Lima itu adalah Apakah mereka menghadapi harga kebutuhan pook yang terlampau tinggi sehingga mereka tidak bisa menjangkaunya

Apakah korupsi begitu merajalela hingga mereka merasa dipersulit hidupnya oleh praktik korupsi Apakah pembangunan infrastruktur yang katanya sukses itu sudah membuat kehidupan mereka lebih baik dan seterusnya ada lima

Termasuk apakah pekerjaan mudah untuk dicari atau didapatkan.

Lima kasus itu jawabannya buruk artinya publik dan pemilih menilai bahwa keadaan memang tidak baik-baik saja.

Sehingga dengan demikian, seperti yang saya sampaikan di beberapa tempat rupanya orang Indonesia ketika ditanya puas tidak sama pemimpin itu seperti kita melayat jenazah dan kita ditanya apakah jenazah itu orang baik atau bukan maka kita dituntut oleh hati kita untuk hanya menyebut kebaikan yang bersangutan.

Tetapi ketika ditanya, apakah hidupmu di dalam suasana perayatan ini baik-baik saja atau tidak itu pertanyaan yang berbeda.

Kempat, krisis kebijakan itu sudah terjadi apa krisis keempat Inilah yang harus diperjuangkan/

“Saya sebagai warga negara ingin memperjuangkannya dan mengajak teman-teman di sini untuk ikut memperjuangkannya namanya krisis elektoral harus kalah dalam pemilu 2024. Itulah target saya sebagai warga negara Indonesia, jika tidak maka pemimpin-pemimpin berikutnya akan menjadikan ini sebagai contoh tidak perlu 32 tahun untuk semena-mena di Indonesi,” terang Eep

Maka saudara-saudara sekalian mari hilangkan kamus pesimisme atau kamus pesimis dari kata pesimis dari kamus kita. Apa itu bonus krisis, bonus krisis bonus itu krisis konstitusional. Kalau krisis elektoral terjadi dikalahkan 14 Februari 2024, putaran keduanya 26 Juni 26 Juni 2024 kemungkinan besar dua putaran ini tidak satu putaran lalu kemudian kalahlah maka besar kemungkinan terjadi krisis bonus yang keempat krisis konstitusional..***

Comments

Iklan Hubungi Telp/WA: 0821 3402 8602